- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KESEMPATAN
Written By Yazid Zaidan
Mujadid
Based on Fiction
“Hmmm… ini hari pertama
gua kuliah, gua penasaran kehidupan gua bakal kayak gimana disini”, Gumam
Januar. Pagi itu ia adalah mahasiswa yang datang paling pagi pada jam pertama hari
pertama kuliah, Ia tidak sabar menanti kehidupan kuliah yang sudah lama ia
tunggu. Kemudian salah seorang yang baru tiba di kelas menghampiri Januar,“Wah
udah ada yang sampe duluan nih, kenalin , gua Vincent , lu bisa manggil gua
Vins”, “Eh iya, kenalin juga nih, gua Januar , lu bisa manggil gua Jan”. “Pagi
amat lu datang, lu naik apa ke sini?”,Tanya Vincent. “Pagilah, first time
kuliah dong , naik motor gua dari rumah…” Jawab Januar. Itulah teman pertama
Januar di kehidupan kuliahnya, Januar merupakan anak yang mudah akrab dengan
orang lain, ia hidup sebagai anak tunggal dari keluarga yang sederhana.
Hari-hari
ia lalui dengan semangat belajarnya, ia aktif di kelas dan di berbagai
organisasi. “Eh.. eh… eh.. gua jadi kepengen sesuatu nih, biar kita gak gabut,
kita bikin projek apa kek gitu, bikin game atau apalah yang penting ada
gitu”Seru Januar kepada teman-teman kelasnya. “Ah mager gua yang gitu-gituan,
udahlah Jan urusan belajar di kelas mah udah di kelas aja gausah di bawa-bawa
keluar, cape lah” jawab Vins dengan nada malasnya. “Au lu , kaya lu bisa aja
jan , emangnya lu bisa ??”Semua teman-temannya tidak ada yang setuju dengan
ajakan Januar, mereka memilih untuk menyingkirkan pembelajaran kuliah dengan
kehidupan mereka. Januar pun
menggerutu,“Ah gak seru lu pada, masa kuliah gini-gini doang, bosen lah gimana
sih”. Namun begitu teman-temannya tetap tidak ada yang setuju dengan ajakan
Januar, mendengar respon negatif dari teman-temannya Januar pun kehilangan
semangatnya.
Januar
menyusuri jalan di kampusnya pada malam hari, ia masih merenung soal respon
teman-temannya yang tidak setuju dengannya. “Weh , jan… sendirian aja lu, sini
lah ikut gua”, sapa Vins. Januar terkejut dan kemudian menjawab,“Eh vins kirain
gua lu udah balik, lu gak balik emang?”. “Beloman lah , gua pengen makan-makan
dulu,ikut gak lu?”. “Ah duit gua gak banyak ah , males ah…. Udah lu aja sana”,
Januar pun menunjukkan isi dompetnya. “Udah cukup segitu mah, ayo ikut lah
orang gak mahal-mahal banget kok”. Januar yang di hatinya memiliki perasaan
tidak enak untuk menolak pun menerima ajakan Vins, kemudian ia mengambil
motornya di parkiran dan pergi bersama Vins.
“Januar,
kemana aja kamu baru pulang jam segini?”, Ibunya bertanya kepada Januar dengan
sedikit marah karena sudah larutnya waktu untuk Januar pulang. “Tadi abis
diajakin temen makan bentar bu, gak enak nolak gak apa apa lah sekali-kali pulang
telat”. “Ya tapi kamu nanti jadi kebiasaan!..”, “Iya iya Januar udah capek nih,
udah ya mau mandi dulu”, lalu ia langsung membasahi tubuhnya di kamar mandi,
mengganti pakaiannnya, kemudian berbaring ke tempat tidurnya. Ketika ia bangun
di pagi harinya, ia baru sadar jika uangnya tidak bersisa sedikitpun untuk ia
tabung dan habis begitu saja dalam waktu satu malam.
“Sial
kesiangan gua , udah jam tujuh lagi, telat dah gua ini, …!”,Januar yang
kesiangan tegesa-tergesa berangkat kuliah. “Tuh kan telat, dosennya yang ini
lagi, kalo gua masuk malah dapet min nilai gua tar..”, ia tidak sempat mengejar
waktu jam pertamanya. “ahahahaha, Yah telat juga lu udah sini cabut dulu,
percuma masuk, ayo nongkrong dulu lah”, Vins menyapa Januar yang kebetulan juga
terlambat. Januar pun menuruti ajakan temannya itu. Dari pergaulan ini Januar
pun mulai terpengaruh dengan kemalasan teman-temanya, gaya hidup Januar pun
semakin memburuk hari demi hari.
Apa
yang dikatakan ibunya benar, lama kelamaan Januar mulai kebiasaan pulang
terlalu malam. Ia juga sering meninggalkan jam kuliah dan menongkrong
membuang-buang waktu bersama teman-temannya. Ketika ia ditanya ibunya, ia
selalu berdalih jika ia sedang disibukki oleh tugas-tugas yang menumpuk. Keberadaan
dirinya di organisasi pun sekarang hanyalah sebuah status belaka.
“Eh
Jan, Lu gamasuk apa, katanya kan kuis, biasanya lu kan masuk?”, Vins yang
sedang menongkrong bersama Januar dan teman-temannya bertanya kepada Januar. Dengan
santai Januar menjawab ,“Ah ngapain sih, males gua, lagian juga gak biasanya lu
nanyain begituan ke gua, udah lah cabut cabut aja, mending kita ke kafe mana
gitu dah”. “Nah gua suka yang gini-gini, by the way gua ada sesuatu nih, ayo
ikut gua”. Januar yang penasaran mengikuti ajakan Vins, ia tidak percaya dengan
apa yang ditunjukkan kepadanya. “Nih boy, kenalin namanya Vera, katanya dia
pengen kenalan sama lu”, Di kafe itu Vins memperkenalkan Vera kepada Januar. “Eh
gila lu, ngenalin cewe ke gua, gua bukan tipe-tipe cowok gitu, yakali”. “Udah
jalanin aja dulu, gua yakin kalo kalian cocok kok hehehehe”.
Tidak
disangka ternyata Vera memanglah cocok dengan Januar, rasa saling suka mulai
tumbuh di hati mereka, manisnya kehidupan mulai dirasakan Januar. Setiap hari
setiap malam ia selalu memberi perhatian kepada wanita itu, membuatnya
tersenyum, senang, dan tertawa, sampai suatu hari Januar yakin bahwa Vera
adalah kekasih impiannya. “Si Vera orangnya baik banget, cantik, dia juga bener-bener
tipe gua lagi, kalo gak gua pedekatein entar keburu di tikung orang lagi”, Januar
berbaring di tempat tidurnya sambil memikirkan wanita idamannya tersebut.
Januar
yang sudah tidak tahan dengan perasaan yang membendung hatinya menyatakan
perasaannya kepada Vera. Kedua hati mereka sudah saling terikat satu sama lain,
Vera pun menerima pernyataan cinta Januar. Hari-hari Januar mulai dihiasi
dengan rasa senang dan gembira di temani wanita manis di sampingnya. Setiap
minggu mereka selalu membuat janji untuk menghabiskan malam hanya untuk berdua
saja.
Suatu
hari pasca libur panjang Januar ingin membawa Vera ke tempat spesial pada akhir
minggu, namun nyatanya akhir minggu itu pun orangtua Januar mengajak Januar
untuk pulang ke kampung halamannya. “Nak, minggu ini kita kan pulang ke
kampung, kenapa kamu itu gak mau di ajak sih?”. “Ya aku udah punya janji sama
teman aku bu, masa aku biarin gitu aja sih?”. “Kamu itu lebih mentingin temen
kamu daripada ibu sama bapak kamu, apa sih yang bikin kamu berubah sekarang?”. “Ah
itu bukan urusan ibu, udah lah jangan ganggu Januar , Januar juga udah dewasa
gaperlu diatur-atur kaya begitu lagi”. Ibunya hanya bisa menahan rasa sedih mendengar ucapan anak tunggalnya tersebut, nammun
kedua orangtua Januar tetap memutuskan pergi ke kampung halaman dengan
menyimpan sedikit rasa sedih di hati mereka.
Kedua
orangtuanya pergi tepat satu hari sebelum Januar bertemu dengan Vera di akhir
minggu. “Sepi juga nih rumah, gua udah nolak ikut ibu gua ke kampung lagi, udah
gua ngomong kasar kayak begitu kemarin, gua jadi sedikit ngerasa bersalah….”, Ia
termenung dengan kejadian beberapa hari
yang lalu. Kesepian dengan suasana rumahnya yang sunyi, Januar pun menyalakan televisi
di rumahnya sekedar melenyapkan kesunyian sejenak.
Berita
hangat di pagi hari menemani kesendirian Januar di rumahnya. Sembari menyicipi
secangkir kopi ia melihat sekilas tayangan berita tersebut. Seteguk kopi
tersebut memasuki kerongkongan Januar, Januar tersedak dikagetkan dengan berita
yang di sampaikan siaran tersebut. Pesawat yang di naiki kedua orangtuanya
untuk pulang ke kampungnya ditemukan jatuh di Laut. Sekarang pihak maskapai
sedang melakukan pencarian korban pesawat tersebut.
Perasaan
Januar bercampur aduk, antara sedih, bingung, dan hampa. Kedua orangtua yang
selama ini ia abaikan sekarang tertimpa musibah. Januar yang kebingungan
menghadapi situasi tersebut hanya bisa membaringkan badannya di tempat tidur
dan merenungkan semua hal buruk yang telah ia perbuat kepada orangtuanya. Ia menyia-nyiakan usaha ayah dan ibunya demi
membiayai pendidikan Januar , sekarang yang bisa ia lakukan hanyalah berharap bahwa
kedua orangtuanya ditemukan selamat.
Sudah
berhari-hari lamanya berlalu, Januar tidak pernah keluar dari kamarnya.
Pikirannya masih bercampur aduk memikirkan keadaan kedua orangtuanya, , ia
membayangkan apa yang akan ia lakukan apabila kedua orangtuanya tidak selamat. Januar
pun teringat janjinya dengan Vera, ia
tidak bisa memenuhi janjinya tersebut.
Hari
berganti malam, Januar memutuskan untuk bertemu dengan Vera. Dilihatnya dari
kejauhan wajah Vera yang masam, Januar pun tida dapat berbicara apa-apa. Keduanya
terdiam sejenak di bawah sinar bulan. “Say, aku mau putus”, sekejap sebuah
ucapan pahit terlintas dari mulut wanita itu. “Aku udah nggak bisa lagi ngejalanin
hubungan ini lagi, kamu juga gak bisa nepatin janji kamu ke aku, lagipula kedua
orangtuaku juga sudah menjodohkanku dengan orang lain”. Perasaan Januar semakin
kacau mendengar ucapan wanita tersebut, mulutnya membisu tidak dapat menjawab
sepatah katapun. Di malam sunyi itu, Vera meninggalkan Januar dalam kesepian.
Januar
berjalan menyusuri jalan yang sepi menuju rumahnya, sinar bulan menyinari malam
yang gelap, suara jangkrik menghiasi suasana yang sunyi itu. Ia memasuki
rumahnya, ingin membuang segala kepenatan yang ia rasakan. Ia berdoa kepada
tuhannya, mengharapkan keselamatan kedua orangtuanya, berharap mendapatkan
kesempatan sekali lagi untuk memulai semuanya dari awal.
Malam
berlalu, hari baru telah tiba, hari penantian yang di tunggu Januar kini adalah
saatnya. Januar menguatkan hatinya, mempersiapakan dirinya untuk menerima segala
kenyataan yang akan ia dapatkan. Dengan membaca doa dalam hatinya ia menyalakan
siaran langsung berita pada pagi itu. Dan pada akhirnya, Januar mendapatkan
kesempatan kedua.
Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka, bila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian mohon dimaklumi karena ini hanya sebuah cerpen untuk tugas Ilmu Budaya Dasar
Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka, bila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian mohon dimaklumi karena ini hanya sebuah cerpen untuk tugas Ilmu Budaya Dasar
Komentar
Posting Komentar